Selasa, 28 Oktober 2014

Mengenal Sejarah Public Relations

Public relations, atau yang dikenal juga dengan istilah humas, mejadi salah satu bidang terpopuler di dunia bisnis saat ini. Intinya, tugas utama seorang public relations adalah menciptakan saling pengertian dan hubungan yang baik antara perusahaan atau individu yang ia wakili dengan para stakeholder (pihak-pihak yang berkepentingan di sekitarnya, seperti pemilik saham, media, konsumen, dal lain-lain). Sebuah program public relations dikatakan berhasil jika dapat menaikkan reputasi kliennya di mata masyarakat. Itulah yang membedakan public relations dengan pemasaran. Ia tidak menjual produk atau jasa apa pun. Namun tahukah Anda, sejak kapan public relations ada dan seperti apa sejarah public relations?

Garis Besar Sejarah Public Relations

Bentuk public relations sudah bisa ditelusuri dari zaman Perang Dunia I (1914-1918), dalam propaganda Jerman yang ditujukan untuk menyerang Amerika. Kampanye dengan cara penyebaran leaflet ini hendak mendiskreditkan warga Amerika yang dicap materialistis, sekaligus menaikkan reputasi Jeman. Pihak Amerika dan sekutu tentu tidak diam saja. Mereka juga membalas dengan propaganda serupa. Duel kampanye antara Jerman dan pihak sekutu untuk mempengaruhi opini publik ini bisa dibilang merupakan bentuk public relations paling awal.
Public relations tidak bisa dianggap enteng. Pemerintah Amerika pada masa perang sampai membentuk Komite Informasi Publik untuk menangani reputasi negara dan opini publik. Setelah Perang Dunia usai dan dunia mulai menata hidupnya kembali, industri dan berbagai bisnis pun berkembang hingga awal abad 20. Isu-isu yang kemudian berkembang di masyarakat adalah terkait eksploitasi tenaga kerja, kualitas produk massal, isu pencemaran lingkungan, dan lain-lain. Pihak-pihak korporat kerap seperti menjadi "musuh" masyarakat.
Menyadari keresahan yang beredar di masyarakat, para pemilik modal kemudian menyadari perlunya semacam "jembatan" yang bisa memperbaiki hubungan dengan publik dan memunculkan saling pengertian. Tentunya, tidak tenang menjalani bisnis dengan reputasi buruk dan kerap dicela oleh masyarakat. Dari sinilah, profesi public relations terus berkembang hingga kini menjadi sebuah ilmu tersendiri yang dipelajari di bangku kuliah.
Bahkan, pada 1939, public relations menjadi "bintang" di industri jasa asuransi. Ketika itu, Temporary National Economic Committee di Amerika menyarankan agar strategi public relations dipakai dalam bisnis asuransi jiwa. Ide itu diterima dan dijalankan dengan baik oleh para pelaku bisnis dan ternyata memberi dampak yang sangat memuaskan.
Peran public relations makin lama, makin besar. Pebisnis mulai menyadari pentingnya citra bahwa bisnis tidak melulu soal produksi barang atau jasa dan penjualan. Public relations meluas ke berbagai sektor. Tidak hanya bisnis, jasa public relations juga digunakan oleh politisi, institusi sosial, pendidikan, dunia hiburan, maupun lembaga pemerintah.
Salah satu pionir public relations adalah Ivy L. Lee, yang bekerja untuk pebisnis besar John D. Rockefeller. Selain Ivy yang bekerja sebagai praktisi, ada juga akademisi Edward L. Bernays yang mengembangkan bidang keilmuan Public Relations dan mengkolaborasikan teknik-tekniknya dengan psikologi dan ilmu sosial lainnya. Saat ini, ada perusahaan yang memiliki staf atau divisi khusus public relations sendiri dalam organisasinya, tetapi banyak juga yang memakai jasa biro-biro public relations. Di Amerika sendiri, diperkirakan pekerja bidang public relations telah mencapai lebih dari 120.000 orang.

Sejarah Public Relations di Zaman Kuno

Kebudayaan kuno sudah mengenal berbagai aktivitas yang mirip dengan kegiatan public relations. Ptah hotep, seorang penasihat dari salah satu Firaun zaman Mesir Kuno menuliskan kebutuhan akan berkomunikasi secara sungguh-sungguh, membuat penonton tertarik, dan bersikap sesuai dengan apa yang dikatakan. Ini ditulis pada tahun 2.200 SM.
Para arkeolog telah menemukan buletin dan brosur kuno di wilayah Mesopotamia (kini menjadi wilayah Irak). Diperkirakan buletin dan brosur tersebut sudah ada sejak tahun 1.800 SM. Publikasi dalam lembaran batu ini berisi bahwa para petani harus menanami ladang, mengairi ladangnya, dan meningkatkan hasil pertanian serta perkebunan. Hal tersebut merupakan misi penting kerajaan yang berharap rakyatnya hidup makmur tak kekurangan makanan sehingga kerajaan menjadi sejahtera dan stabil.
Pada abad ke-5 Sebelum Masehi, di Yunani para penduduknya bisa mengemukakan pendapat mereka secara efektif. Para tokoh sophist mengajarkan ilmu-ilmu bicara di depan umum. Protagoras adalah salah seorang sophist terkemuka di zamannya. Selanjutnya 2 abad kemudian muncul Socrates yang menyatakan bahwa komunikasi efektif harus berdasarkan pada kenyataan yang ada. Muridnya, Plato, melanjutkan ajaran Socrates.
Meski demikian, Aristoteles-lah (murid dari Plato) yang berkontribusi terhadap gagasan dan teori komunikasi komtemporer. Aristoteles menganalisa komunikasi persuasif dan mengajarkan murid-muridnya cara menjadi pembicara yang efektif, terutama dengan mengembangkan argumen-argumen sopan tetapi menekan. Buku Aristoteles yang berjudul "Rhetoric" masih menjadi acuan ilmu komunikasi dan public relations hingga kini.

Sejarah Public Relations: Penggunaannya dalam Pendudukan Benua Amerika

Dalam sejarah public relations, tercatat bahwa public relations sering kali digunakan dalam komunikasi antara penemu "dunia baru" untuk mengajak orang-orang pindah ke dunia baru tersebut. Hal ini sering dikaitkan dengan berdiplomasi dan promosi. Salah satu contohnya adalah yang dilakukan Erik Thorvaldson atau Erik The Red. Ia adalah penemu Greenland.
Sebenarnya saat pertama ditemukan, pulau tersebut kosong, dingin, dan diselimuti salju. Untuk menarik orang-orang untuk datang ke sana, ia menamainya Greenland. Setelah orang-orang datang, ia memimpin wilayah tersebut pada tahun 985. Nama Greenland sendiri sebenarnya kurang tepat, karena es di Greenland hanya mencair beberapa bulan dalam setahun. Jadi bisa dibilang bahwa penamaan Greenland merupakan strategi public relations-nya untuk menarik banyak pihak untuk datang dan menetap di sana.
Selain itu ada juga Sir Walter Raleigh yang menemukan pulau Roanoke (kini menjadi wilayah North Carolina Amerika Serikat) pada tahun 1584. Dibandingkan Inggris, pulau ini memiliki tanah yang lebih subur, pepohonan lebih besar, dan panen lebih melimpah. Suku-suku Indian di sana pun ramah dan terbuka. Itulah yang dikatakannya kepada penduduk Inggris. Ia membangga-banggakan pulau Roanoke agar orang-orang terbujuk untuk tinggal di sana. Namun rupanya promosi Sir Walter Raleigh tak sesuai kenyataan. Saat sudah banyak orang di sana, barulah disadari oleh mereka bahwa tanah baru tersebut berupa daerah rawa, bahan makanan sulit didapat, berbagai penyakit mudah muncul, dan mereka diacuhkan oleh Sir Walter Raleigh selama 2 tahun lamanya.
Ada pula kisah penjelajah Spanyol yang setibanya ke Spanyol dari benua Amerika segera menyebarkan berita bohong. Mereka berkata bahwa mereka menemukan air mancur awet muda di Florida dan 7 kota emas di Meksiko. Mendengar itu semua, banyak orang berbondong-bondong bermigrasi ke Amerika. Namun rupanya air mancur dan kota emas tersebut hanya strategi marketing dan penerapan public relations yang kelewatan.
Beberapa tahun kemudian sebuah media di bagian timur Amerika Serikat mempromosikan pengembangan ke area barat dengan membesar-besarkan nikmatnya kehidupan di perbatasan. Legenda Davy Crockett dan kisah tentang Calamity Jane dan Buffalo Bill Cody menjadi 2 dari sekian banyak isu persuasif yang dikembangkan untuk mendukung terjadinya perluasan daerah.

Itulah informasi seputar sejarah public relations. Semoga bermanfaat!