Senin, 20 Oktober 2014

Peran Pers Dalam Undang-Undang

Sementara perusahaan pers sendiri adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers yang meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi. Bagaimana sebenarnya kiprah pers sejak awal kemunculannya hingga saat ini? Berikut adalah ulasannya.

Sejarah Pers di Indonesia

Kemunculan pers Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak dibentuknya Kantor berita ANTARA. Kantor berita ini didirikan tanggal 13 Desember 1937. Tujuan pendiriannya sendiri adalah sebagai kantor berita perjuangan dalam rangka perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, yang mencapai puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Kantor berita ANTARA didirikan oleh beberapa orang yang memiliki semangat dan intergritas tinggi untuk mendukung usaha Indonesia meraih kemerdekaan. Adalah Soemanang yang berusia 29 tahun, A.M. Sipahoentar berusia 23 tahun, dan Adam Malik serta Pandu Kartawiguna yang berusia 20 tahun yang berada di balik keberhasilan pendirian kantor berita ANTARA ini.
Tepat di usia 21 tahun, Adam malik diminta untuk mengambil alih sebagai pimpinan ANTARA. Sejak saat itu, hingga di kemudian hari, beliau berhasil menjadi orang penting dalam memberitakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Karena kredibilitasnya, Adam Malik yang notabene merupakan pemegang jabatan ketua Kantor berita ANTARA, pernah didaulat untuk menduduki beberapa posisi penting negeri ini.
Beberapa posisi yang pernah dijabatnya, antara lain sebagai Menteri Perdagangan, Duta Besar, Menteri Utama Bidang Politik, Menteri Luar Negeri, Presiden Sidang Majelis Umum PBB, Ketua DPR/MPR,dan terakhir diangkat sebagai Wakil Presiden.

Kemerdekaan Pers

Dalam arti luas, kemerdekaan pers adalah pengungkapan kebebasan berpendapat secara kolektif dari hak berpendapat secara individu yang diterima sebagai hak asasi manusia. Sebagaimana kita ketahui, masyarakat demokratis dibangun atas dasar konsepsi kedaulatan rakyat. Keinginan-keinginan pada masyarakat demokratis itu pun lebih banyak ditentukan oleh opini publik yang dinyatakan secara terbuka.
Sebenarnya, inti dari kebebasan pers adalah adanya kepentingan hak publik untuk tahu segalanya, sedangkan wartawan profesional, penulis, dan produsen hanya pelaksanaan langsung. Dengan tidak adanya kemerdekaan pers berarti ada sebagian hak asasi manusia (HAM) yang tidak diakui.

Undang-undang Pers

Semenjak bergulirnya reformasi, diskursus mengenai kebebasan pers mulai ramai kembali. Iklim orde baru yang tidak bersahabat dengan pers telah berlalu, insan pers pun mulai menyambut harapan bahwa mereka dapat menjalankan profesionalismenya sebagai jurnalis yang bertanggung jawab dan mengedepankan kebenaran.
Usaha pemerintah untuk menjamin kebebasan ini kemudian dituangkan melalui undang-undang pers yang dikeluarkan pada 1999. UU Nomor 40 Tahun 1999 ditandatangani oleh Menteri Sekretaris Negara RI, Muladi, dan disahkan Presiden RI pada saat itu, B.J. Habibie.
Menurut ketentuan UU tersebut, pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Masih dalam pasal yang sama (pasal 3), pers pun berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Masih dalam UU tersebut, pasal 6 menyatakan bahwa pers harus melaksanakan peran, di antaranya; pertama, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Peran ini tentu tidak lepas dari kondisi masyarakat Indonesia selama 32 tahun di bawah kekuasaan Orde Baru yang absolut. Segala informasi pada saat itu dipilih-pilih dan disembunyikan.
Informasi yang tampil ke hadapan publik hanyalah informasi yang berkaitan dengan kegiatan Suharto dan kroninya. Kantung-kantung informasi tertutup bagi publik dan juga pers. Peran pertama ini tentu menjadi pengobat masyarakat dari kondisi yang serba terbatas tentang informasi yang ingin mereka ketahui.
Kedua, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan. Peranan ini diambil karena secara ontologis masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragam.
Keragaman ini jika tidak dikelola dengan baik sering kali menimbulkan konflik yang merugikan. Pemerintah maupun masyarakat umum tentu memiliki keterbatasan dalam melakukan peran pemersatu ini.
Oleh karena itu, dengan jangkauan yang luas, pers dituntut untuk melaksanakan fungsi persatuan bangsa. Dengan sistem demokrasi yang kita anut, pers harus mendukung serta mengawasi jalannya hukum agar dapat dijalankan secara adil dan dirasakan oleh setiap orang yang berstatus warga negara Indonesia.
Ketiga, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Pada dasarnya peran ini merupakan peran pers dalam bidang pendidikan. Membangun opini publik merupakan upaya pers untuk meningkatkan daya kritis masyarakat.
Namun terkadang, dengan agenda setting masing-masing pers, masyarakat sering kali dibingungkan dengan wacana yang dibangun oleh pers. Dalam hal ini pers harus memiliki independensi agar wacana-wacana yang mereka bangun bukan merupakan aspirasi sebagian kelompok untuk kepentingan terbatas.
Saat ini, kita sering kali menyaksikan bagaimana pers lebih membangun wacana daripada mengembangkan pendapat masyarakat. Masyarakat lebih dibawa ke arah wacana yang pers kembangkan. Efek dari apa yang dilakukan pers ini adalah terpecah-pecahnya masyarakat ke dalam berbagai kelompok opini, dan pada akhirnya opini tidak memiliki kekuatan sebagai kritik masyarakat.
Keempat,  melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Peranan inilah yang menempatkan pers sebagai kekuatan keempat dalam sistem demokrasi. Maksud dari kekuatan keempat adalah kekuatan untuk menandingi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Peranan yang dijalankan tentu tidak harus menjadi oposisi. Pers lebih harus berperan sebagai “penyambung lidah rakyat Indonesia”. Pers yang berfungsi sebagai ruang publik masyarakat hendaknya menempatkan diri sebagai motor bagi tercapainya kepentingan-kepentingan publik.
Kadang sering muncul pertanyaan publik yang mana yang harus pers perjuangkan?, atau rakyat mana yang harus diperjuangkan?. Dalam hal ini Jurgen Habermas memberikan pijakan bahwa pers harus memperjuangkan kepentingan publik, terutama yang berkaitan dengan emansipasi manusia.
Selain itu, pers pun harus dapat menjalankan perannya sebagai kritik atas peningkatan kualitas masyarakat baik itu dalam bidang pendidikan, kesejahteraan, kemanusiaan, maupun politik.
Kelima, peranan pers dalam UU adalah memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Keadilan dalam hal ini dapat diartikan dalam dua hal, pertama, keadilan dalam memandang fakta dengan tidak berat sebelah, sehingga dapat menghasilkan berita yang objektif, dan kedua, keadilan yang berkaitan dengan tata kehidupan bangsa yang demokratis.
Dengan sikap yang adil ini, pers diharapkan dapat membawa misi kebenaran bagi masyarakat. Kebenaran tentu luas sekali cakupannya, namun kebenaran dalam arti yang bisa kita capai sebagai bangsa yang hidup bersama. Sekali lagi, kebenaran pun harus selalu berkaitan dengan kepentingan setiap warga negara Indonesia.
Untuk menciptakan pers yang sehat sesuai dengan ketentuan UU, maka masyarakat pun harus berperan aktif dalam mengawasi jalannya kinerja jurnalis. Pengawasan ini bisa dijalankan melalui hak jawab masyarakat atau pengaduan kepada Dewan Pers sebagai lembaga yang bernaung membawahi organisasi pers yang ada di Indonesia.